Bersinergi dengan band selaku pembuat karya, fans menikmati karya itu. Sebuah hukum ekonomi terjadi, mulai dari membeli lagu, merchandise, sampai membayar tiket konser.
Kotak jelas merasakan hal yang sama. Band ini lahir dari sebuah ajang kompetisi, mereka satu-satunya yang bertahan sampai sekarang. Tentu, pasang surut pun dialami, mulai dari pergantian personel sampai pemikiran untuk bubar saja.
"Kita pernah mikir bubar. Waktu itu udah mikir, ah udah lah, ini nggak bisa diterusin. Tapi Tuhan bilang lain, kita dapet kontrak label," kenang Tantri dalam obrolan di kawasan Saharjo, Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.
Formasi Kotak memang terbilang cukup unik untuk ukuran Indonesia. Chua (bass) menjadi daya tarik besar lantaran tak banyak bassist perempuan berkutat di musik rock mainstream. KetikaTantri bergabung dengan Kotak, suara khasnya segera memperkuat karakter band.
Kotak menempatkan diri di level lain dalam industri, di mana mereka membuktikan diri berhasil bertahan melalui era kejayaan musik Melayu tanpa kehilangan identitas. Kemudian, mereka harus kehilangan drummer.
Kotak yang mempunyai empat ruas yang saling menopang, kini tinggal bertiga. Namun jelang ulang tahun ke-10, Tantri, Chua dan Cella justru semakin solid bertahan. Menurut Tantri, diam-diam mereka sudah punya personel keempat.
Yang dimaksudkan, tentu saja penggemar. Disebut Kerabat Kotak, fans bukan penggemar biasa untuk trio ini. Mereka adalah keluarga, bahkan sumber kekuatan.
Tak heran bila Kotak kemudian percaya diri menerapkan strategi pendistribusian sendiri untuk album NEVER DIES. Memanfaatkan clothing line Cella, mereka percaya bisa menjangkau lebih banyak penggemar di berbagai sudut negeri ini. Yang mana, biasanya penggemar dari daerah jauh lebih loyal.
"Kita mungkin nggak konser di tiap kota. Mungkin meet and greet atau akustikan, tapi penyebaran album ini jadi salah satu cara kami mengatasi pembajakan," ungkap Chua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar